artikel diambil dari harian PONTIANAK POST
Mitos kepemimpinan adalah sebuah keyakinan yang tidak akurat dan bahkan salah atau palsu tentang kepemimpinan, tetapi ia dipercaya memberikan pengaruh yang sangat kuat agar orang lain menjadi pengikutnya.
Fakta menunjukkan, di setiap pergantian kepemimpinan, baik di tingkat nasional maupun lokal, banyak orang meributkan karakteristik calon pemimpin. Banyak orang melihat kepemimpinan bermula dari luar ke dalam. Padahal kepemimpinan yang sesungguhnya tidaklah datang dari luar ke dalam. Melainkan sebaliknya, kepemimpinan datang dari dalam ke luar. Mengembangkan diri kita sebagai pemimpin dimulai dengan mengenali kunci keyakinan diri sendiri; yang dimulai dengan sistem nilai kita, dan pemimpin mempertahankan apa yang mereka yakini.
Apa yang ada di luar diri seorang pemimpin tidak terlalu penting. Mereka lupa bahwa, “Ketika kita hidup, orang tidak mengingat kita lantaran apa yang kita lakukan untuk diri kita sendiri, mereka mengenang kita untuk apa yang kita perbuat buat mereka. Pemimpin yang menjadi teladan lebih tertarik pada keberhasilan orang lain daripada keberhasilan dirinya sendiri. Memimpin bukan tentang apa yang kita dapatkan dari orang lain, tetapi mengenai apa yang diperoleh orang lain dari kita. Pemimpin yang melihat peran mereka sebagai pelayanan kepada orang lain meninggalkan warisan paling abadi, karena orang mau mengikuti pemimpin yang memberikan perhatian tulusnya. Pemimpin besar awalnya tampak seperti pelayan dan kenyataan sederhana ini adalah kunci menuju keagungan sebagai seorang pemimpin sejati,” demikian Kouzes & Posner (2007) dalam bukunya “A Leader’s Legacy”.
Kelompok muda berkeyakinan bahwa hanya di tangan pemudalah terwujud kepemimpinan yang efektif di negeri ini. Mereka lupa banyak pemimpin sejati, seperti Wilston Churchill, seorang pemimpin yang sangat dihormati dan dikagumi menjadi perdana menteri Inggris ketika berusia 66 tahun, India menjadi sebuah negara yang disegani karena dipimpin oleh Mahatma Gandhi yang berusia 77 tahun. Kelompok lain berkeyakinan bahwa seorang pemimpin haruslah berpendidikan tinggi. Mereka lupa banyak pemimpin sejati yang pengaruhnya masih terasa hingga saat ini adalah para pemimpin yang drop out sekolahnya. Dari pengalaman pilkada baru-baru ini, ada sekelompok masyarakat menyesali dan kecewa karena munculnya banyak kandidat pemimpin daerah ini. Kekesalan dan kekecewaan ini berlanjut sekarang ini, banyak pihak merasa sinis dan risih dengan tampilnya sembilan belas kandidat calon Walikota Pontianak. Mereka bertanya, “Kenapa ya, calon pemimpin tersebut tidak mau belajar dari pilkada yang lalu?” Mengapa mereka tidak mau untuk segera bertobat? Kenapa hal tersebut tidak menjadi bahan pembelajaran yang bermakna? dan seterusnya.
Bagi penulis, munculnya calon pemimpin dari berbagai strata dan golongan di masyarakat adalah fenomena posisif. Terlebih lagi diingatkan puluhan tahun negeri ini dirusak oleh sebuah keyakinan palsu atau mitos, bahwa kepemimpinan hanya dicanangkan untuk sedikit orang diantara kita; Anak, Mantu, Ponakan, dan Istri (AMPI), kepemimpinan tidak dilahirkan hanya untuk mereka yang berdarah biru, dan tidak hanya untuk ras tertentu.
Kouzes & Posner (1999) dalam bukunya “The Leadership Challenge” menegaskan bahwa mitos kepemimpinan untuk sedikit orang tersebut adalah sebuah mitos yang paling merusak dari segala mitos kepemimpinan lainnya. Dalam bukunya, ia menyebutkan beberapa mitos yang menjadi tantangan kepemimpinan, yakni mitos; (1) pemimpin sebagai pembangkang yang menarik sekelompok pengikut dengan tindakan yang berani; (2) pemimpin harus bersifat tenang, menjauh, analitis, memisahkan emosi dari pekerjaannya; (3) pemimpin harus kharismatik atau memiliki bakat khusus; (4) pemimpin adalah posisi, tempat, dan kedudukan. Namun tidaklah demikian, pemimpin adalah proses mempengaruhi orang lain; (5) pemimpin adalah seseorang yang berada di puncak sunyi, Namun tidaklah demikian, pemimpin tidak berada di ruang hampa, melainkan berada di akar rumput; (6) kepemimpinan dicanangkan hanya untuk sedikit orang diantara kita atau kepemimpinan untuk kalangan terbatas.
John C. Maxwell (2001) dalam bukunya “The 21 Irrefutable Laws of Leadership” mengemukakan lima mitos kepemimpinan, yakni mitos; manajemen, usahawan, pengetahuan, pelopor, dan posisi.
Mitos Manajemen, terdapat suatu kesalahan yang luas hingga saat ini, bahwa kepemimpinan dan manajemen, pemimpin dan manajer adalah sama. Sesungguhnya tidak sama. Kepemimpinan adalah persoalan mempengaruhi orang lain agar menjadi pengikutnya, dan bekerja dengan menggunakan sebagian besar kapasitas otak kanannya, sementara manajer memfokuskan pada proses dengan benar dan menggunakan sebagian besar otak kirinya. Perbedaan ini berimplikasi pada proses pemilihan calon seorang pemimpin dan penunjukan calon seorang manajer.
Mitos Usahawan, semua pramuniaga serta usahawan adalah pemimpin. Orang mungkin saja membeli barang yang dijualnya, tetapi tidak menjadi pengikutnya atau mau dipimpinnya. Mitos Pengetahuan, kebanyakan orang masih percaya bahwa pengetahuan adalah inti kepemimpinan atau seorang pemimpin adalah seseorang berpendidikan tinggi atau sarjana. Namun tidak otomatis demikian, karena banyak pemimpin kemampuan berfikirnya tinggi, tetapi kemampuannya berhubungan dengan orang lain sangat-sangat rendah atau idiot, akhirnya ia gagal menjadi pemimpin.
Mitos Pelopor, sebuah konsep keliru bahwa siapapun yang ada di depan kerumunan orang banyak adalah seorang pemimpin. Namun menjadi yang pertama tidaklah selalu sama dengan memimpin. Untuk menjadi pemimpin, seseorang bukan saja harus berdiri di depan, melainkan juga berhasil membuat orang mengikuti di belakangnya, mengikuti pemimpinnya dan menindaklanjuti visinya. Mitos Posisi, kesalah pengertian terbesar tentang kepemimpinan adalah orang menyangka kepemimpinan itu didasarkan pada posisi, padahal bukan. Stanley Huffty menegaskan, bahwa “Bukan posisi yang menjadikan seseorang pemimpin, justru kepemimpinanlah yang membuat dan mengangkat seseorang pada sebuah posisi”, dikutip dari John C. Maxwell (2001).
Banyak mitos atau keyakinan palsu yang diciptakan sendiri menjadi tantangan dalam kepemimpinan efektif. Sekali lagi sebuah mitos yang paling merusak dari semua mitos kepemimpinan. “Bukan masalah ketidakhadiran potensi kepemimpinan yang membatasi berkembangnya lebih banyak pemimpin, melainkan munculnya mitos bahwa kepemimpinan tidak dapat dipelajari. Mitos yang menghantui ini jauh lebih berdaya menghambat terhadap pengembangan kepemimpinan dari pada orang secara alamiah atau dasar proses kepemimpinan.” **
* Penulis adalah Dosen FKIP Untan